Sabtu, 28 Februari 2015

Carilah 1000 Macam Alasan maka Anda adalah Seorang Pemenang

Bukan tanpa sebab, mengapa saya menuliskan judulnya demikian, "Carilah 1000 Alasan maka Anda adalah Seorang Pemenang". Hal ini berkaitan dengan secara naluri manusia pada umumnya senang untuk terus dan terus pada semua hal atau dapat dikatakan tidak puas hanya pada satu hal dan ingin memenuhi semua kebutuhannya yang sesungguhnya terbatas. Secara hukum ekonomi hal ini dinamakan dengan istilah 'scarcity'. Oleh karenanya manusia dituntut untuk memilih diantara banyak pilihan yang paling menjadi prioritas dan kemudian muncul lah isitilah 'opportunity cost' atau biaya peluang dalam disiplin ekonomi tentunya. 

Namun sesungguhnya bukan ini yang akan saya utarakan lebih mendalam, tapi lebih kepada bagaimana mencari seribu macam alasan untuk menyenangi sesuatu. Berikut akan jadi gambaran sementara untuk pembahasan berikutnya:
1. Carilah 1000 alasan untuk menyenangi dosen mu, walau sesungguhnya mata kuliah yang beliau ajarkan dapat dikatakan tidak cukup mudah, maka perlahan kamu akan mendapatkan energi positif dari perasaan yang kamu timbulkan.
2. Carilah 1000 alasan untuk tidak membeli barang yang sebenarnya tidak kamu butuhkan. Selain tentunya dapat menghemat pengeluaran juga tak akan menyia-yiakan uang kita yang sebenarnya dapat lebih bermanfaat untuk kebutuhan penting lainnya
3. Carilah 1000 alasan untuk kembali bersemangat di tengah keterpurukan.
4. dan Carilah 1000 alasan untuk hal lainnya

Oke, sebenarnya pembahasan ini lebih kepada pengalaman saya pribadi tatkala menjumpai salah satu mata kuliah yang memang dirasa tidak cukup mudah. Hal ini juga di-iyakan oleh mahasiswa lainnya. Namun entahlah, angin segar apa yang tiba-tiba datang,  tentunya ini juga karena pengaruh Yang Maha Esa, saya pribadi mencoba mencari 1000 alasan untuk menyenangi beliau. Mencoba mencari hal positif yang ada pada dirinya.

Walau kata mahsiswa lainnya bahwa dosen ini sangatlah kaku, tak banyak senyum, kiler, dan sejuta alasan lainnya, namun dengan mencoba mencari alasan positif yang ada pada beliau. Saya temukan bahwa sesungguhnya beliau memang berbeda dari yang lainnya. Dari mencoba menimbulkan perasaan positif ini, saya merasakan adanya dorongan semangat untuk mempelajari mata kuliah yang beliau ampu.Dan memang, walau tidak cukup mudah namun bergairah dalam menjemput ilmu-Nya yang Allah perantarakan padanya. Sehingga saya pun tak menyangka pada hasil akhir yang saya terima tempo waktu. Benar-benar diluar dugaan saya sebelumnya.

Saya telah mempraktekkan hal ini pada tiga dosen sebagai bahan analisa agar benar-benar terbukti nyata, hehe lebay juga. Satu dosen sebagai variabel positif (yang saya ceritakan sebelumnya), satu dosen sebagai variabel negatif dan satu dosen lagi menjadi variabel campuran. Kini akan saya utarakan terkait dosen yang saya jadikan percobaan sebagai variabel negatif. Beliau juga mengampu mata kuliah yang tidak cukup mudah juga. Namun saya terus memikirkan hal negatif yang melekat padanya, karena memang ada sedikit hal yang membuat saya 'sebel' pada beliau. Akhirnya saya membangun perasaan negatif pada beliau dan akhinya yang saya rasakan adalah semakin merasakan kesulitan dalam mempelajari ilmu yang diajarkan. Dapat dipastikan pula, hasil akhir yang saya peroleh tempo waktu, hanya mata kuliah beliau yang hasilnya tak seoptimal mata kuliah lainnya.

Berlanjut pada salah satu dosen yang saya jadikan variabel campuran yang berarti saya timbulkan perasaan positif dan negatif pada beliau. Saya sangat segan kepada beliau, namun juga adanya perasaan negatif yang saya pribadi rasakan pula. Singkat cerita, hasil yang saya peroleh saat penentuan hasil akhir yakni, berada di tengah-tengah posisinya.

Pada percobaan lain 'carilah 1000 alasan untuk tak membeli barang yag sebenarnya tak diperlukan' juga pernah saya rasakan. Suatu ketika saya sangat menginginkan barang tertentu, namun terbesit pemikiran bahwa sebenarnya saya tak terlalu membutuhkan barang itu. Untuk lebih menguatkan, saya coba cari banyak alasan lainnya untuk tetap pada keputusan pertama yakni tak membelinya. Benar saja, syukur alhamdulillah saya benar-benar tak jadi membeli barang itu. Sampai suatu ketika ada kabar yang tak diundang kedatangannya, tiba-tiba memberi info adanya iuran untuk kegiatan wajib kampus yang besarnya setara dengan uang makan selama satu bulan. Kalau saja waktu itu benar-benar membeli barang yang saya inginkan, dapat dipastikan saya tak akan mampu membayar kegiatan yang jauh lebih banyak manfaatnya dari pada hanya membeli barang yang hanya memberi kesenangan semata.

Mengenai "carilah 1000 alasan untuk kembali bersemangat" saya pribadi masih melakukan percobaan terhadap diri sendiri. Karena saya menyadari bahwa akan ada pasang surut di tengah-tengan kehidupan yang datang silih berganti. Laut saja terjadi pasang surut setiap hari apalagi dengan manusia yang senantiasa tak mungkin hanya statis namun memerlukan kedinamisan dalam diri. Berdasarkan percobaan yang telah saya lakukan sebelumya, pada percobaan ini saya memilih untuk menjadi "the agent of change" dan tak menjadikan diri ini menjadi variabel negatifnya. Karena untuk hal ini saya rasa jauh lebih tepat jika menempatkan diri pada posisi sebagai veriabel positifnya,

Saya rasa bukan benar-benar mencari seribu alasan namun tentunya lebih diartikan mencari banyaknya alasan untuk melawan musuh sesungguhnya yakni "nafsu' kita. Sampai-sampai nafsu pun banyak masuk ke dalam hadis salah satunya yakni bahwa manusia yang kuat bukan berasal dari kekuatan fisiknya, namun manusia yang kuat adalah yang dapat enahan nafsunya. Teringat pada salah satu kajian Mamah Dedeh di salah satu stasiun televisi tentang mengapa Allah menetapkan tempat otak manusia di kepala yang posisinya tak sejajar dengan kemaluan tempat nafsu manusia. Berbeda halnya dengan hewan yang posisi otak dan nafsu sejajar. Disini dapat diambil pelajaran, bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang sempurna yang seharunya menggunakan otak dalam menyelesaikan intri-intrik kehidupan kerena memang begitulah bekal yang Allah persiapkan, bukan hanya dengan nafsu belaka yang hanya membawa manusia pada jalan yang tak diridhoi-Nya.

Semoga dengan menuliskan hal ini, terus teringatlah untuk tetap menjadikan semua orang sebagai variabel positif. Dengan begitu, mencari ilmu-Nya lebih mudah dirasakan dan tentunya semakin mudah pula mendapat barokah-Nya.

Akhir Bulan namun Awal Perjuangan

Seperti yang pernah aku tuliskan pada akun facebook ku bahwa pengakhiran senyatanya bukan benar-benar berakhir, justru sebagai permulaan menuju hal yang lain. Tepat hari ini adalah akhir dari bulan Februari 2015, yang hanya tinggal beberapa jam lagi menuju permulaan bulan baru, Maret 2015. Pengakhiran ini pun permulaan bagi ku pribadi untuk memulai lagi langkah-langkah kaki ini.

Sejenak teringat saat Bapak dan Ibu melepas kepergian salah satu putrinya untuk kembali menuju sarangnya. Kepergian yang senyatanya adalah untuk kembali lagi. Kala Ibu menanyakan apa saja keperluanku, menanyakan apakah bulan depan aku dapat kembali pulang untuk doa bersama almarhum kakak ku, menjadi begitu menyesakkan ruang hati yang sejujurnya masih rindu dan ingin selalu ada di samping mereka. Kala Bapak mengantarkan diri ini hingga benar-benar melepas kepergian anak gadisnya, sunggguh akupun tak tahu apa sebenarnya yang beliau rasakan di hati. Hanya tatapan beliaulah yang dapat aku artikan, walau memang aku tak tahu apa yang beliau rasakan sesungguhnya.
"Hanya mengharap ridho Bapak dan Ibu lah kaki ini kembali melangkah, karena keyakinan ku tetap sama pada pilihan ini bahwa ridho Allah ada pada ridho orang tua"

 
Sejenak berhenti pada suatu titik untuk mengingat kembali langkah-langkah pada spot-spot sebelumnya dirasa tak ada ruginya. Justru dengan melihat sejarah, kita dapat belajar darinya untuk memulai langkah yang lebih strategis dari sebelumnya. Inilah mengapa Allah menciptakan organ mata di bagian tengkorak manusia dan hanya bisa digunakan untuk menatap kedepan dan mengapa pula kepala manusia diciptakan dapat memutar walau hanya beberapa derajat saja. Yang kuyakini adalah, bahwa "teruslah menatap ke depan namun jangan pernah lupakan perjalanan yang telah ada di belakang" menjadi kunci keberhasilan.

Rabu, 25 Februari 2015

ANTARA SABAR DAN MENGANTUK

Sebenarnya belum mekar sempurna namun apa daya , udara malam kian menusuk dan rasa kantuk yang semakin mengajak penunggu mekarnya bunga wijaya kusuma segera masuk rumah. Yappp, malam ini tepat pukul 22.45 WIB, aku dan adikku beruntung dapat mengabadikan moment ini untuk pertama kalinya karena bunga ini untuk pertama kalinya pula mekar di halaman rumah kami tercinta setelah sekian lama menunggu hadirnya bunga ini yang hanya mekar di malam hari.Wangi bunga yang pertama kali kami rasakan ini sungguh menentramkan hati kami. Tak ada yang dapat menggambarkan kebahagiaan kami di malam ini.

Adik ku tersayang saat dipaksa untuk berpose dengan gayanya yang mencoba cool, hehe
Saat pengambilan foto ini, hanya kami berdua yang masih terjaga sedang yang lain telah terlelap di kamar masing-masing. Sebenarnya tim penunggu mekarnya bunga ini ada tiga orang yakni bapak, aku dan adikku, namun bapak sudah tak kuat menahan rasa kantuk yang telah mendera. Tepat pukul 22.00 beliau menghentikan pengamatan bunga ini dan menyerahkannya pada kami.

Diantara kesunyian rumah karena semua telah terlelap termasuk adikku dan suara TV yang sengaja masih ku nyalakan untuk sekedar menemani, jari-jari ini ku kerahkan untuk menuliskan kenangan indah yang mengajarkan arti kesabaran. Sabar menunggu apa yang telah lama dinantikan.
Sungguh suatu kesempatan yang luar biasa bagi diri ini, karena dengan fenomena ini Allah telah mengajarkan hal yang begitu sempurna. Dari fenomena ini, aku semakin yakin bahwa jika bersabar menanti apa yang telah Dia takdirkan untukku, maka aku akan mendapatkan hal luar biasa lainnya yang tak kan pernah ku duga sebelumya, bahagia yang benar-benar bahagia. 

Selasa, 24 Februari 2015

Di Balik Sebuah Benda Bernama Sapu Lidi

Meski terlihat sederhana yakni kumpulan lidi yang diikat menjadi satu dengan tali atau pengikat lainnya kemudian digunakan sebagai alat untuk menyapu, namun dibalik itu ternyata benda ini menyimpan pesan moral tersendiri. Entah siapa yang pertama kali menemukan dan memulai pembuatan benda yang satu ini, tapi percayalah seseorang itu tidak hanya berjasa karena telah membantu ibu-ibu untuk membersihkan halaman rumah mereka, namun juga menyimpan seribu makna yang ternyata melekat pada benda temuannya.
Memang tak pernah terbayangkan sebelumnya, begitu pun aku yang tak pernah memikirkan sesuatu dibalik indahnya sapu lidi, hanya sekedar memanfaatkannya tatkala akan menyapu halaman rumah yang penuh dedaunan yang dengan indahnya terbang terbawa angin saat dirinya ditakdirkan Yang Kuasa untuk jatuh di tanah yang kemudian kusapu dan kubuang.


Pemikiran ini sebenarnya pernah terlintas sejenak di otak ini, namun sempat aku acuhkan. Namun ternyata, di pagi ini melintas kembali tentang Si Sapu Lidi yang mencuri perhatian untuk sejenak dipandangi dengan seksama lantas mencari sesuatu yang tersimpan rapi di kerumunan batang lidi dan seutas tali yang dengan indahnya pula menyatukan mereka semua.

Secara umum, dari semua jenis sapu lidi yang ada, pesan moral yang melekat padanya adalah tentang indahnya kebersamaan, kekompakan dan istilah lainnya yang menggambarkan persatuan. Pernah terbayangkan tidak, jika kita melepas pengikat mereka? Maka akan kita temukan bahwa ternyata lidi-lidi yang memang dari jauh terlihat sama semua namun jika diamati dengan seksama, bentuknya berbeda-beda. Ada yang kurus kering dengan pinggirnya halus, ada pula yang terlihat besar karena saat merapikan pinggirnya, daun kelapa masih senang melekat padanya sehingga terlihat begitu besar diantara yang lainnya, ada yang berwarna putih bersih, ada yang hitam dan perbedaan lain yang silakan anda buktikan. Namun perlu diingat jika benar-benar akan membuktikan sendiri yakni jangan lupa mengikat mereka kembali, karena bila tidak, maka ibu anda tentu akan mengadakan pidato dadakan di depan Anda.

Pernah terpikirkan tidak bagaimana beratnya tugas Si Tali yang senantiasa menyatukan perbedaan yang ada? Apalagi saat kelompok mereka digunakan untuk menyapu, maka tugas Si Tali semakin berat karena harus terus kuat menyatukan Si Lidi yag tentunya akan selalu berubah posisi saat digunakan untuk menyapu. Saya rasa dari Si Tali, kita dapat belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin yang dapat menyatukan perbedaan yang ada, dan menyadarkan kepada pasukannya bahwa perbedaan bukan untuk dipermasalahkan, namun untuk disatukan.

Selain itu, ada hal lain yang memang tak pernah sekalipun kita pikirkan tentang kekompakan mereka. Bayangkan jika Si Tali enggan untuk mengompakkan mereka? Bukannya halaman bersih, namun justru lidi  akan berserakan di halaman dan menemani dedaunan yang sedari tadi menunggu dan membuat halaman semakin penuh dengan serakan. Bayangkan juga jika saat kita menyapu dan lidi-lidi tak mau melangkah bersama dan searah sesuai dengan seruan Si Tali? Benar-benar tak dapat dibayangkan.

"Dengan perbedaan yang ada, kita melangkah bersama untuk satu tujuan yanng sama" layak dijadikan penyemangat kembali di tengah-tengah kesemrawutan di negeri ini.

........................................................

Itu tadi adalah pesan moral secara umum yang pasti terbesit di benak kita tatkala pertama kali melihat sapu lidi. Namun, ada yang jauh diluar dugaan bahwa dari cara kita menggunakannya, ternyata kita dapat mengampil pelajaran dari nya. Coba perhatikan gambar ini,


Saat menggunakan sapi lidi pasti tubuh kita diajak untuk sejenak membungkuk dan tentunya pandangan kita tak mungkin melihat yang lainnya kecuali terfokus pada benda yang kita sapu. Oke, dari "membungkuknya badan" saja kita dapat memetik hikmah bahwa posisi ini didentikkan dengan bentuk kesopanan seseorang. Bayangkan, akan seperti apa sulitnya saat kita mencoba menyapu namun posisi dan pandangan kita, kita dongakkan ke atas? Selain kita tak dapat melihat si sampah dimana keberadannya, tentunya posisi ini juga identik dengan sikap keangkuhan. Nah, itu tadi adalah sekelumit pesan dari posisinya.

Kini coba kita petik juga hikmahnya saat mata kita terfokus pada sampah yang kita sapu. Tentunya kita dapat belajar, bahwa kefokusan itu diperlukan dimana saja. Fokus berarti konsentrasi pada satu hal. Ya, dalam kehidupan nyata fokus sangat diperlukan tatkala banyak hal yang harus kita selesaikan. Tak mungkin kan, dari banyak hal itu kita selesaikan semua dalam satu waktu? Pastinya harus diselesaikan secara bergantian sesuai dengan skala prioritas yang kita punya. Dari, mengatur skala prioritas saja kita membutuhkan kefokusan yang total, terlebih saat menyelesaikannya.

..............................................................................................

Satu pesan yang juga sama pentingnya yang perlu selalu untuk diingat yakni, "Janganlah memandang remeh apa yang memang terlihat remah, baik orang maupun hal lainnya. Karena kita tak akan pernah tahu hal besar apa yang tersirat padanya tatkala kita tetap memandang remeh mereka yang ternyata menyembunyikan seribu makna dari yang kita duga, dan kita tak akan pernah tahu apakah orang lain justru sering meremehkan diri kita manakala kita sering meremehkan yang lainnya. Ingatlah bahwa siapa yang menanam dia yang akan memetik, siapa yang mencoba meremehkan, suatu saat dialah yanng akan diremehkan".

Karena Jatuh Bukan Berarti Busuk

Seperti buah matang yang memilih jatuh dari batangnya. Bukan musabab ketiadaan alasan untuk memisahkan diri. Tapi (mungkin) dalam sudut pandang Illahi, jatuhnya buah tersebut lebih bermanfaat. Dia akan tumbuh menjadi tunas kecil dan kelak akan bisa mempersembahkan ribuan buah yang sama ranumnya. 

Dan kadang seperti itulah hidup. Tidak semua orang yang terlihat jatuh adalah benar-benar jatuh. Setiap orang memiliki "bakal buah" untuk bangkit lalu tumbuh dan menghasilkan buah-buah dengan kualitas terbaik. Pun ketika orang tersebut terlihat jatuh. 
Jadi, ketika sedang jatuh ada dua pilihan:

- jatuh lalu membusuk atau
- jatuh, bertunas lalu hasilkan karya dan prestasi terbaik

-----------------------------------------
#status akun facebook guruku yang begitu bersahaja kala SMA, Ibu Tri Lestari.
Sengaja aku salin kalimat ini ke dalam blog ku, agar aku senantiasa ingat akan nasihat beliau. Karena aku yakin kehidupan layaknya sebuah roda yang akan terus berputar, terkadang ada di atas dan di bawah. Dari nasihat beliaulah akhirnya aku bisa sadar dari tidur panjangku selama ini.

Senin, 23 Februari 2015

Lebih Nyaman Ini Ternyata (Berusaha ---> Allah yang Menilai)

"Di dunia ini memang tidak ada yang sempurna, namun lakukanlah segala sesuatu dengan sungguh-sungguh. Perkara hasil serahkan semuanya pada Allah, karena Dia tak akan pernah tega melihat hamba-Nya yang telah bekerja keras dengan semua usahanya". 

Kalimat ini ku temukan secara tidak sengaja saat membaca status seorang sahabat di facebook tatkala aku sedang menjalani UAS tempo waktu. Alhamdulillah, disaat-saat ku benar-benar butuhkan penyemangat kala itu, justru Allah memberi ku petunjuk-Nya lewat status sahabat di facebook. Kalimat ini telah menyihirku sekarang, Alhamdulillah. Hanya kepada-Nya ku berdoa agar senantiasa bisa istiqomah dengan sihiran ini.
Sebelum ku temukan sihir ini, aku selalu gemar dengan kata "target". Ya, target. Target bulan ini, target nilai, dan segala sesuatu yang berbau istilah "target". Namun dengan menancapkan kata "target" justru aku merasakan ada beban tersendiri. Entah beban yang berasal dari mana, namun aku merasakan adanya beban berat yang harus aku selesaikan secara sempurna agat terget benar-benar nyata. Memang aku akui, target memang diperlukan, namun kali ini yang aku maksudkan bukan perkara target secara harfiah, namun lebih kepada pengucapan di hati atau istilahnya niat.
Dahulu, hatiku selalu aku komunikasikan:
"targetku sekarang............................"
Namun, setelah ku temukan kalimat sihir diatas, aku jauh lebih nyaman sekarang dalam menjalaninya dan mewujudkannya. Karena aku mencoba untuk mengkomunikasikan hatiku sekarang dengan:
"Aku berusaha dengan sungguh-sungguh untuk hal ini tanpa memasang target ini dan itu, namun aku percaya Allah akan lihat usahaku, biarlah Dia yang akan menilai sendiri, seberapa sungguh-sungguhnya usahaku"
Perasaanku sungguh berbeda antara mengucapkan keduanya. Pada kalimat yang pertama, kurasakan dan telah kubuktikan sendiri, yakni adanya perasaan ambisius. Namun di kalimat ke dua kurasakan adanya kepasrahan diri pada-Nya setelah benar-benar berjuang. Bukti yang aku rasakan adalah di ujian kemarin. Sungguh, aku merasakan banyak kesulitan saat mengerjakan, namun sebelumya aku benar-benar bersungguh-sungguh dalam belajar tanpa menargetkan harus berapa poin yang ku capai karena aku percaya bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan usahaku dan tak akan tega akan kerja keras hamba-Nya. 

Ternyata benar, Alhamdulillah aku mendapat hasil akhir di luar bayanganku sebelumya, karena memang dari awal aku pribadi sadar akan latar belakangku, namun Allah benar-benar Penilai yang Sebenar-Benarnya Penilai dan Dia benar-benar menilai dari bagaimana hamba-Nya berusaha dalam berproses.
#Puji syukur tak henti-hentinya ku ucapkan seraya memohon pada-Nya agar senantiasa diingatkan dan diistiqomahkan untuk membiasakan hal ini, karena aku sadar akan perjuanganku yang masih panjang.

Belajar itu Bisa: Kapan, Dimana dan Media Apa Aja

Sebelumya aku benar-benar mengartikan 'belajar' layaknya orang-orang pada umumnya, yakni proses yang terkesan formal. Namun, malam ini, aku tersadar dari tidur panjangku selama ini yang menganggap belajar adalah kegiatan formal. Benar-benar baru sadar. Dengan media yang ada sekarang, belajar ternyata jauh lebih mudah. "Kita lah yang memanfaatkan teknologi, bukan teknologi yang memanfaatkan kita" layak dijadikan paradigma baru bagi orang-orang zaman sekarang, khususnya diriku pribadi.

"TAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK MEMULAI LAGI DARI AWAL"
Mencoba menata kembali manajemen belajar, sembari mengawal diri untuk tak hanya dimanfaatkan secara sepihak oleh teknologi. 

Sabtu, 21 Februari 2015

Rindukan Momen Ini Bersamamu, Bapak

Bapak, kini anakmu telah tumbuh menjadi sosok gadis bahkan mulai dewasa, bukan lagi seorang anak kecil yang selalu merengek bila permintaannya tak dituruti, selalu mencuri tanaman ibu di depan rumah untuk bermain masak-masakan, mencuri waktu untuk berenang di kali bersama teman-teman, senang memanjat pohon dan tembok samping rumah, hobi menangis dengan suara yang begitu mengganggu telinga sampai tetangga memberiku julukan Si Tukang Nangis dan bila aku menangis tetangga tak menganggapku menangis tetapi sedang menyanyikan lagu Indonesia Raya, karena suara tangisanku sekeras saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan kala ada upacara bendera, anak yang sering tak mau berangkat sekolah dengan dua alasan yang selalu jadi senjatanya (perut sakit dan pusing), selalu menyembunyikan daun-daun 'tetean' di bawah kasur untuk dijadikan uang-uangan, hobi makan buah pisang dan segala olahan yang berasal darinya, bahkan hingga terbawa sampai sekarang, senang bergaya di depan cermin dengan sepatu dan tas kerja ibu, dan semua kenangan di masa kecilku.
Namun ada satu moment yang begitu aku rindukan sekarang. Moment yang sering kami lakukan bersama tatkala aku dan adikku masih memakai seragam putih merah. Ya, kala kami masih sekolah SD dulu. Moment yang sering kali dilakukan saat hari Minggu tiba.
Minggu pagi adalah moment kebersamaan bagi kami bertiga untuk melepas kepenatan. Memang sangat sederhana yang kami lakukan, namun begitu berkesan hingga sekarang.

Menyusuri hijaunya sawah sembari berlarian diantara tanaman padi yang mulai tumbuh isi, melihat burung-burung sawah yang mencari makan di pagi hari, mendengar suara kodok yang masih senang bernyanyi walaupun sang mentari telah menampakkan diri, melihat mobil-mobil di jalan dari kejauhan karena memang posisi kami tepat di tengah-tengah luasnya hamparan sawah milik petani, bertanya banyak hal tentang pertanian yang selalu saja Bapak tak pernah bosan untuk menjawab walau pertanyaan kami hampir selalu sama, menyusuri sawah sampai ke tepi jalan raya dan kemudian pergi bersama menuju Pasar Mertakanda untuk membeli kacang 'godog' dan jajanan pasar lainnya yang memang kesukaan kami. 

 (Inilah sawah yang sering kami singgahi di Minggu pagi)

Hingga akhirnya aku sendiri mempunyai julukan untuk moment di Minggu pagi yakni hari menyantap jajanan pasar, karena memang setiap Minggu hanya jajanan pasar yang selalu dibelikan Bapak untuk kami sekeluarga santap di pagi hari. Berondong jagung, roti galundeng, tahu pong, jagung rebus, merupakan beberapa makanan yang sering kami santap bersama sembari menonton televisi.

Ya, kenangan yang memang begitu sederhana namun membuat rindu di hati. Kenangan yang kini sulit untuk dilakukan, karena kami bukan anak kecil lagi yang tak diamanahi membersihkan rumah dan segudang aktivitas lainnya di Minggu pagi. 

Dalam benakku saat ini, aku ingin melakukan kebersamaan ini bersama dengan anak-anakku nanti. Walau aktivitas sederhana, namun sangatlah tepat untuk mengeksplorasikan keingintahuan seorang anak akan berbagai hal yang ada di alam, yang sesungguhnya adalah ladang keingintahuan. Bersama menyambut mentari dengan udara dingin persawahan dan embun yang malu-malu menetes diantara hijaunya dedaunan.
Terima kasih Bapak, atas kenangan indah yang dirajut bersama di Minggu pagi, akan aku bagi indahnya kebersamaan ini bersama cucu-cucu mu kelak, dan akan aku ceritakan kepada mereka bahwa ibunya ini juga sering melakukan hal yang sama bersama Kakung tercinta mereka.

Jumat, 20 Februari 2015

Kebahagiaan

"Orang kaya belum tentu ia bahagia, dan orang miskinpun belum tentu juga ia menderita". 

Inilah, sepenggal kalimat yang dapat dibenarkan keberadaannya saat ini. Semakin banyak orang kaya di negeri ini. Bertumpuk-tumpuk harta mereka punyai. Apapun yang mereka inginkan pasti dapat terpenuhi. Mulai dari rumah mewah, laptop, mobil, handphone dan beragam benda-benda berkelas lainnya. Di balik rumah-rumah megah bak istana, ternyata banyak dari mereka yang belum menemukan sejatinya bahagia itu apa. Disamping itu, masih banyak pula orang yang serba kekurangan di negeri yang kaya raya ini. 

Untuk makan sehari pun, belum tentu mereka sanggup. Bekerja keras hanya demi sesuap nasi, sungguh miris jika dibayangkan. Namun, tak jarang pula mereka ternyata telah menemukan arti kebahagiaan yang sesunggguhnya. Lantas, sejatinya kebahagiaan itu sebenarnya apa? Banyak orang berpikir, bahwa orang kaya pasti bahagia hidupnya, sedang orang miskin pasti menderita. Paradigma yang telah terlanjur tertanam dalam masyarakat ini belum tentu benar kenyataannya.
Kebahagiaan tak dapat dinilai dari hanya sekedar materi, namun bahagia hanya dapat benar-benar hakiki, bila dirasakan oleh hati. Ya, hati, karena hati tak mungkin memungkiri. Untuk tahu apakah dirimu bahagia, saatnyalah kau bertanya pada hatimu sendiri, sudahkah kau bahagia hari ini???

...............................

Kebahagiaan sejatinya saat dengan harta dan ilmu yang dimiliki dapat bermanfaat bagi sesama. Inilah secarik kalimat yang mulai ku yakini saat ini untuk mendefinisikan arti kebahagiaan itu sendiri.

Bukan Ku Berharap Sekarang, tapi Nanti


........................................
Demi cinta ku pergi
Tinggalkanmu relakanmu
Untuk cinta tak pernah
Ku sesali saat ini
Ku alami ku lewati

Karena cinta ku ikhlaskan segalanya kepada-Nya
Untuk cinta tak pernah
Ku sesali saat ini
Ku alami ku lewati

Suatu saat ku kan kembali
Sungguh sebelum aku mati
Dalam Mihrab cinta ku
Berdoa semoga

Suatu hari kau kan mengerti
Siapa yang paling mencintai
Dalam Mihrab cinta ku
Berdoa pada-Nya
................................................................

Mungkin beberapa bait ini yang bisa mewakili diri ini. Sungguh, aku belum mengharapmu untuk datang sekarang, karena aku sadar, diri ini masih belum pantas untukmu. Aku benar-benar mengharapkanmu nanti. Aku memilih untuk menahan diri beberapa saat demi menanti kehadiranmu.

Namun, aku percaya, Allah akan menggantikan waktu yang telah aku curahkan untuk menunggumu, dengan waktu yang jauh lebih panjang untuk aku nikmati bersama mu dan malaikat-malaikat kecil kita nanti. Memang aku tak tahu, lelaki mana yang Allah telah ciptakan untukku, namun aku akan benar-benar menanti mu wahai imam hidupku dan jalan surgaku.

Selasa, 17 Februari 2015

Demam Batu Akik dimana-mana

Indah memang, tak kalah cantik dengan batu mulia lainnya. Mungkin bisa dikatakan, berhubung kali ini banyak digandrungi, jadi dapat dipastikan, soal harga juga tak kalah, bahkan bisa saja menyaingi harga batu mulia yangn lainnya. Namun, ada sebersit rasa kecewa di hati ini atas momen batu yang satu ini. Bagimana tidak kecewa sekaligus trenyuh. Iming-Iming lagi tren, justru ada saja sebagian kalangan di zaman yang serba canggih ini, percaya pada kekuatan magis dari batu ini, batu akik. Di luar sana, negara-negara maju sedang nge-hits nya dengan teknologi yang serba layar sentuh, tapi di sini malah masih percaya dengan yang demikian. 

Sebenarnya bukan perkara itu yang kumaksudkan, tapi lebih kepada fenomena yang menandakan semakin pudarnya nilai-nilai Islam yang ada, sehingga batu akik seolah kembali menjadi berhala. Prihatin sungguh prihatin. Di tengah carut marut politik di negeri ini, justru mengundang satu masalah lagi. Mungkin bukan masalah tepatnya, karena memang tak secara langsung mempengaruhi politisasi negeri ini. 

Tapi, ingatkah dengan azab dari Allah? Teringat akan tsunami Aceh 11 tahun silam? Memang itu murni takdir dari Allah, akan tetapi ada makna lain yang tersimpan di dalamnya, yakni peringatan dari Allah akan bentuk kerusakan yang telah manusia perbuat. 
Ya Allah Ya Rabb, bila ini adalah peringatan dari mu, mudahkanlah kami kembali padamu. Hanya pada mu lah tempat bergantung.

BENAR-BENAR TAK TAHU

Yaaa, benar-benar tak tahu...
Aku tak tahu
Bahkan tak pula tempe
Benar-benar tak tahu
Oh, tak tahu
Kenapa aku tak tahu
Kenapa bisa-bisanya aku menghapus
Ya menghapus
Menghapus puisi ketidak tahuanku yang lalu
Sungguh, aku kenapa tak tahu
Berniat hanya meng-edit
Tapi,,
Tapi, dan tapi
malah aku hapusss
Oh hapus, kenapa aku mesti menghapusmu

.................................

AEROBIC CLASS

Benar-benar ini kali pertama aku mengikuti kelas aerobik. Bukan tanpa sebab mengapa aku bisa-bisanya mengikuti kelas ini. Yaapp, siang tadi, bunda si malaikat kecil alias kakak perempuanku mengajak ku untuk mengikuti kelas senam yang biasa diikutinya. Awalnya aku sedikit ragu untuk mengatakan "iya", tapi berhubung aku yang telah lama tak punya kesibukan, akhirnya mengiyakan ajakannya.
"Oke lah, dari pada bengong di rumah", batinku.

Selain itu ada alasan lain yang menguatkan ku untuk sejenak mencoba kelas ini yakni bertemu dengan guru-guru semasa SMA ku dulu yang ternyata mengikuti kelas yang sama. Keraguanku benar-benar pudar tatkala kakak ku mengatakan,

"mengko ketemu bu Marla karo bu Muntingah dek?"
"haaaaaaa, sing bener".

Betapa terkejutnya aku mendengar duaa nama itu, terlebih mendengar nama 'bu Muntingah'. Awalnya aku memang agak berpikir lama antara ikut atau tidak, karena aku benar-benar belum pernah mengikuti kelas ini. Tapi mendengar bu Muntingah ikut, semangatlah diri ini, yang berarti kelas ini adalah khusus perempuan (iyalahhh khusus perempuan, kalau campur mah pasti kakak ku dimarahin sama suaminya kalau ikut kelas ini).

"Oke sip, tak jemput mengko jam 15.30 yaa?"
"Sipppp, nganggo apa kiye, haha?"
Yaelaahhh, benar-benar aku belum pernah mengikuti ini, sampai-sampai aku menanyakan apa yang sebaiknya aku pakai nanti, *gubrak.

...................................

Setelah sekian lama, aku memikirkan kira-kira pakaian apa yang pantas dan sopan yang seharusnya aku pakai, ternyata waktu kian dekat. Oke, setelah melaksanakan kewajiban, berangkatlah pe-senam gadungan ini bersama kakak ku tentunya. 

Tahu kah? Betapa terkejutnya aku setelah sampai sana,

"Oooooo, kelas senam macam ini bentuknya", batinku.

Sembari melihat seisi ruangan, kakak ku mengenalkan pe-senam gadungan ini ke rekan-rekannya. Alhamdulillah, kecanggungan ku sedikit terobati. Kalau aku boleh bilang,

"Ya elaaahhhh, kanca senam ku ibu-ibu kabehhhh"
Memang ada sih sebagian masih seumuranku.
"Oke-oke tak masalah"

....................................

Ini nih bagian penting dari pengalaman pertamaku di kelas aerobik.

Awal gerakan, sih oke. Lanjut ke gerakan berikutnya, juga oke. Maksudnya masih seger-seger aja ini badan. Tapi tahukah, berkali-kali gerakan lama-lama ini tulang kerasa ada yang aneh, alias mulai pegel.

"Namanya juga aerobik, pasti gerakannya ya gitu, cepet banget." batinku untuk mencoba menyemangati diri sendiri.
Musik asik, kawan-kawan yang lain pun asik. Oke, mulai menikmatilah diri ini untuk mengikuti setiap gerakan instruktur.
Tapi,
Tapi,
Tapi, eiiitssssss, kenapa ini perut ko' kram gini.

Sembari mengikuti gerakan instruktur yang kian lama kaya orang lari, alias tambah cepet aja, ini badan lama-lama kerasa loyo juga plusss kram perut yang bikin nggak tahan. Mau nggak ngikutin gimana, tapi ngikutin juga gimana, tapi semangat. Gimana coba? Ya sudah, berhubung semangat, dan mulai kerasa nyaman, ku singkirkan sementara kram ini, walau memang sebenarnya nggak bisa disingkirkan juga. Sontak aku berpikir ulang sembari tetap mengikuti gerakan (sempet-sempet te mikir karo aerobikan), kanapa aku bisa kram.

Setelah sekian lama aku ingat-ingat,
"Gimana aku nggak kram, mung sebelumnya aku makan siang habis-habisan, alias kekenyangan, haha. Iyalahhh, mumpung tadi ada bingkisan dari kakak perempuan ku yang satunya lagi, isi ayam goreng plussss lalaban dan sambal, cocok nihh, buat ngabisin nasi."

"Ayoook Hen, tahan Hen, tahaannnnnnnn..."
Bener-bener dah, baru kerasa, keringat banjir dimana-mana. Pikiranku  melayang ke pengalaman beberapa tahun silam,

"Beneran, ini lebih cepek dari latihan fisik yang aku terima di SMA dulu, di dua organisasi yang aku anggap kaya semi militer, sumpah nggak bohong.Yakin ini lebih capek ketimbang muteri alun-alun 3 kali, pikirku.

Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,

Alhamdulillah usai sudah. Eiiiiitsssss, setelah ku tanyakan kalau,
"Kiye wis rampung ya mbak, yakin kesel banget?"
"Durung dekkkkk"
Yaelahhh, aku kira ini selesai, ternyata pra tahap dua, dan ternyata juga bakalan ada tahap ketiga.
Tak tahu berapa kalori yanng terbuang habis, dan berapa mililiter keringat yang netes.
Semangiiiittt, Hen, (semangat maksudnya).
Alhamdulillah, musik semakin syahdu, dan kram perut pun tak mengganggu. Hajar dua tahap lagi.
Tahap dua, oke..
Tahap tiga, oke..
Beneran nggak kerasa, dari tadi gerak selama satu jam.
Lumayanlah lah, olahraga sore, gratisss lagi. Yang satu ini nihhh, yang bikin semangat, 'GRATISS', hehe.

........................................................

Akhirnya, di sesi pulang, beneran ketemu nih sama bu Muntingah. sejenak melepas rindu bersamanya.
Oke, karena makin sore, kami putuskan untuk segera pulang. Dan tahukah, ada yang bikin aku ngiriiiii abis sama bu Muntingah. Ternyata beliau dijemput suaminya, alias bapak guru Aminoto.
"Habis keringetan, dijemput sama orang tercinta pula,,,, soo sweeeettt. Jadi beneran ngiri bu, haha".

............................................................

Jreng-jreng.

Beneran, aku baru tahu kayak gini ternyata yang namanya kelas aerobik. Mendingan lari alun-alun tujuh kali, kaya tawaf dari pada ini, haha lebayyy abis.
"Mmmm, tapi kayaknya bakal ada tawaran gratis lagi nihhh, ikut lagi ahhh, hehe"

Senin, 16 Februari 2015

Dalam Sunyi Pikiranku

Sore ini, dalam suasana syahdu ditemani semilir angin, duduk-duduk di teras rumah adalah salah satu kegiatan yang menjadi favoritku, karena dari sini aku bisa melihat indahnya langi biru sembari memikirkan sesuatu yang beberapa hari ini entah mengapa menggelayut di pikiranku. Ya, aku memang tak tahu, mengapa ini terjadi padaku. Sejenak mengesampingkan sementara pikiranku itu, ku coba membuka percakapan bersama ibu ku, yang sebelumnya aku tak tahu kedatangannya karena aku begitu memikirkan apa yang kini menggelayutiku itu.

"Ibu, dirimu begitu paham pada anak mu ini, yang kini benar-benar butuh seseorang untuk sekedar menemani dalam sunyi pikiranku", batinku.

Walau obrolan sederhana yang membahas apa saja yang dilakukan beliau di tempat kerja sampai obrolan sederhana lainnya, itu sangatlah cukup bagiku untuk sekedar rehat sejenak dari pikiran yang terus mengganggu. Ya Rabb, Engkau lah yang menakdirkan ini, bantulah Hamba-Mu ini. Engkaulah yang mengerti apa maksud hati ini dan Engkau pula yang mengetahui apa isi hati Hamba-Mu yang lain.
Sejenak mendengarkan lagu dari PC pun menjadi pilihanku untuk menjadi penyegar otakku. Namun, kini semakin lama ku dengarkan lagu justru semakin aku belum mampu benar-benar rehat dari pikiran yang datang menghampiriku.

Baiklah, Allah telah menakdirkan ini pada ku. Hanya rasa syukur yang kucoba tanamkan dalam hati, karena dengan ini Allah menginginkan aku untuk kembali naik derajat di hadapan-Nya.Dan ku tahu, aku pasti akan bisa melalui ini. Hanya mengharap kasih sayang dari-Mu, diri ini bergantung pada mu Ya Rabb.
Ku putuskan untuk rehatkan kembali diriku dan PC ini untuk menjalankan kewajibanku, karena telah masuk waktunya. Lewat sujudku, kan ku titipkan salamku, walau kau tak tahu maksudku saat ini, namun hati ini meyakini, bahwa ku mencintai kehidupanmu yang lalu, sekarang dan mungkin nanti. Kerena aku benar-benar tak tahu pasti, kamulah yang akan menjadi bagian hidupku nanti ataukah bukan. Yang aku bisa lakukan sekarang hanya benar-benar menunggumu.

SAATNYA BERCENGKERAMA DENGAN SABTU

Hari Sabtu adalah salah satu hari yang ditunggu banyak orang karena ini lah hari di ujung penantian liburan sementara untuk sejenak rehat dari aktivitas yang padat. Tak berbeda dengan ku. Namun ada yang ku rasakan berbeda di hari sabtu ku beberapa tempo waktu, lebih tepatnya sabtu di minggu lalu. Sunguh nano-nano yang ku rasakan kala itu, antara senang, bahagia, jengkel, nggemesi dan segudang rasa lainnya, yang bener-bener kayak permen nano-nano. Di sabtu lalu, dialah yanng membuat hariku nano-nano... 


 (Kebetulan tante nemu foto nya pas mamas Reyhan baru punya 2 gigi dan masih sering ngencesss, hehe)

Seperti biasa, pagi hari dimulai dengan rutinitas biasa. Sampai ada seorang malaikat kecil tergopoh-gopoh datang bersama Kakungnya beserta perkakas miliknya yang berisi mainan kesayangan dalam tas pink kecil yang tentu tak mau kalau bawa sendiri, lantas Kakung lah yang bertugas membawakan, berlarian seolah-olah dia benar-benar mengalahkan Kakungnya (gimana nggak menang, mung Kakung nya aja jalan, mamas lari, jelas menang mamas) dengan memanggil satu nama, 
"Teee Hennnnn...?" 
dalam batinku, "Waaahhhhh, iniiiii". 

Namun satu poin kebanggaan buatku, ternyata lama tidak bisa pulang, ada yang kangen juga, hehe. Tak bisa berkutiklah diri ini kalau malaikat kecil sudah datang. Dugaanku pun tidaklah meleset sedikitpun, seperti  biasa lapak mainan akan segera digelar dan bersiaplah menjadi pendamping setia baginya beserta mainan-mainan nya. Sulit bagiku walau hanya akan sejenak meninggalkan, karena yang pasti sahutan-sahutan panggilan akan terus saja terdengar. Beruntungnya pula bagi ponakan ku ini adalah, 'Sabtu, hari libur baginya, karena memang sekolahnya hanya Senin-Jum'at'. Terdengar adik dan kakak ku sahut menyahut dengan nyanyian:
...........siapa yang hari ini liburrrrrr..............
...........AKUU........... jawabnya bersemangat
Batinku berkata lagi, "Iya libur, tapi tante malah ngelembur bareng kamu nihh".
Tepat jam 07.00 WIB, semua yang ada di rumah lantas pergi ke sarangnya masing-masing untuk bekerja dan sekolah, tinggalah berdua dengan Reyhan. Dapat dipastikan, lengkaplah sudah lemburanku, pengasuh, tukang bersih-bersih sekaligus koki. 

Jreeeeng-Jreeeeenggggggggggggggggggggggggggggg
TUGAS 1
Yapppp, tugas pertama datang saat ayah Reyhan datang membawa sarapan pagi lantas pergi. Ini nihhh tugas pertama, yakni menyuapi. Sudah bisa dibayangkan apa saja yang bakal terjadi, mulai dari memutar-mutar sendok layaknya pesawat agar masuk ke bandara yang itu adalah mulutnya, menyuapi sekaligus harus ikut bermain, sampai kejadian lain yang kalau dituliskan bakal protol ini jari, (haha, lebayyy). Tapi ada hal lain yang aku dapatkan selain nono-nano tentunya. Yakni nilai perjuangan seorang ibu. Lanjuttt. 

Sarapan memang telah usai, tapi yang harus diketahui, tantenya kini benar-benar didaulat menjadi pengawal. Bayangkan, beberapa menit saja aku pergi ke dapur dengan niat untuk mencuci tempat makannya tadi pun tak mampu aku lakukan. Kembalilah aku pada kondisi mula lagi, yakni menemani malaikat kecil yang telah kenyang. Sampai suatu waktu aku benar-benar harus ke kamar mandi (maaf parno maksudnya agak blak-blakan), pun terasa benar-benar sulit. Ya sulit, karena berkali-kali gedoran pintu yang aku terima karena tak sabar terlalu lama menunggu ku di dalam.
"Ya sudahlah, apa boleh baut (ehh maksudnya buat)"
Kembalilah kali pada posisi awal yakni bermain.
Detik ke detik, dan menit ke menit. Waktunya mandiiiiiii. Alhamdulillah, ternyata ayah menjemput untuk sejenak pulang karena tak bisa mandi di tempat Uti, ayah tak membawa pakaian ganti.
"Nanti tante tunggu, pulang dulu ya, mamas mandi dulu biar harum" itulah bujukan mautku untuknya, haha.
Bisa ditebak, panjangnya proses alot yang berlangsung sampai pada akhirnya Reyhan terbujuk dengan rayuanku, 
"Berhasil"
TUGAS 2
Sembari menunggu kedatangan malaikat kecil selesai mandi, ku segerakan utuk mengerjakan pekerjaan rumah yang sempat tertunda. Jadilah kini petugas kebersihan, sejenak beristirahat dari tugas sebagai pengasuh. Ku kerahkan waktu agar semuanya selesai dari depan rumah sampai belakang rumah agar semuanya telah beres saat malaikat kecil datang. Karena dapat dipastikan aku tak mungkin dapat bergerak sedikitpun jika ada dirinya. Kutunggu dan kutunggu, tumben lama sekali tak muncul-muncul batang hidungnya? Wahhh, alhamdulillah, aku segera bisa menyelesaikan tuggas berikutnya. Profesi pun berubah kembali, kini saatnya menjadi koki gadungan, haha. 
"Oke, selesai"
Cucian piring menumpuk karena bekas sarapan tadi.
"Oke, tukang cuci siap dan beres"
Kembali ku tunggu, mana si kecil? Tumben, benar-benar tak seperti biasanya.
---------------------
Benar saja, hampir seharian aku menunggu, sampai waktunya keluargaku pulang dari sarang meraka masing-masing. Aku masih menunggu. Batinku berkata, "ahhh mungkin dia tidur siang"
Oke saatnya untuk melepas kerinduan dengan keluarga yang lain sampai tak terasa sore pun tiba.
Dalam benakku, mungkin Reyhan tidurnya lama, jadi pasti tak kesini lagi.
Kini dugaanku meleset jauh, dalam rehatku, aku mendengan teriakan malaikat kecil lagi. Seperti biasa dengan sahutan satu nama,
"Teee Heeeennn"
jawabankupun tetap sama, "Waaah iniii"
Akhirnya, kembali lagi aku pada pekerjaan yang tadi sempat tercancel karena ternyata setelah kutanya,
"Tadi mamas kemana, tante tunggu ko nggak dateng-dateng"
"Mamas ke tempatnya mbah Te"
(Eeealllaahhh, tiwasan le nunggu, Le)

Oke, kembalilah rutinitasku bersamanya, bersama merakit gerbong kereta mainan, dan bersama-sama menjadi mesinis dadakan.
.............................................
Melelahkan memang, namun inilah salah satu usahaku untuk memantaskan diri, sebelum benar-benar menjadi seorang ibu nantinya. Terima kasih mamas, selama liburan ini selalu ada buat tante untuk menjadi salah satu media pembelajaran kehidupan yang tentunya, gratissssss :)
Sampai detik terselesaikannya menulis ini, dalam beberapa jam lagi dia akan datang kembali mengisi ritinitasku untuk belajar kehidupan mulai dari pagi sampai petang nanti,....