Sabtu, 30 September 2017

Lamaran Windi vs Winda

Winda dan Windi keduanya adalah saudara kembar identik yang terjeda waktu kelahiran sekitar 5 menit. Konon katanya, siapa yang lahir duluan dialah yang jadi kakaknya. Alhasil karena Winda lahir dulu 5 menit sebelum Windi, Windalah yang ternobatkan menjadi kakak. Si kembar ini sama-sama teman dekatku meski tak sedekat hubunganku dengan Windi karena program studi yang kami tempuh berbeda, sehingga intens pertemuan dengannya tak sebanyak dengan adiknya.

Berbicara mengenai lamaran yang menjadi judul dari tulisan ini yakni Allah memberikan skenario lamaran yang berbeda bagi sepasang kembar ini. Yang pasti diyakini merupakan skenario lamaran yang paling baik bagi keduanya menurut Allah SWT.

Meskipun wisuda masih 23 hari lagi, banyak dari calon wisudawan/wati sudah memulai langkahnya untuk memasukkan lamaran kerja ke berbagai instansi, termasuk si kembar Winda dan Windi.

Qadarullah, sejauh ini lamaran kerja yang diajukan ternyata berpihak pada si kakak, Winda. Atas izin-Nya kini Winda mencari maisyah di salah satu perusahaan farmasi di Karawang. Alhamdulillah sesuai dengan pendidikan yang dia tempuh.

Bagaimana dengan adiknya, Windi?

Masyaallah, Allah juga memberikan "lamaran" seperti yang diterima kakaknya, namun bukan lamaran kerja melainkan lamaran dari seorang ikhwan di daerahnya sana, Tasikmalaya.

Masyaallah...
Masyaallah...

"Ketika mbakku berhasil lamaran kerjanya, aku malah yang duluan dapet lamaran seseorang. Padahal aku lagi pengennya lamaran kerja Hen", kata Windi.

Barakallahu fiik kawan.
Ingatkah akan firman-Nya, "apa yang menurutmu baik, belum tentu baik menurut Allah. Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui".

Lalu bagaimana dengan kisah lanjutan dari lamaran seorang ikhwan Tasikmalaya itu?
*tunggu di tulisan selanjutnya, dengan judul yang berbeda ya...


#Edisi inspirasi tulisan berdasarkan perjalanan non stop 12 jam Kebumen + muter2 kampus-Pasar Kliwon (kos Windi) + Gentan Sukoharjo
#Edisi kangen2 nan sembari berbagi kisah
#Jum'at barakah

*Edisi penulisan sembari duduk lesehan di lantai karena semua kursi penuh sambil nunggu antrian tiket prameks
*Sabtu yang juga barakah, insyaallah



Jumat, 29 September 2017

Doa Ali bin Abi Thalib Saat Jatuh Cinta Dengan Fatimmah

Yaa Allah Yaa Rabb
Kau tahu hati ini terikat suka akan indahnya seorang insan ciptaan-Mu
Tapi aku takut cinta yang belum waktunya ini menjadi penghalangku mencium surga-Mu

Berikan aku kekuatan menjaga cinta ini sampai tiba waktunya
Andaikan Engkau pun mempertemukanku dengannya kelak, berikan aku kekuatan melupakannya sejenak
Bukan karena aku tak mencintainya
Justru karena aku sangat mencintainya

Pernikahan

Pernikahan adalah...

Suatu tantangan yang harus dihadapi
Suatu perjuangan yang harus dimenangkan
Suatu kesusahan yang harus digali
Suatu tragedi yang harus dialami

Suatu kegembiraan yang harus disebarkan
Suatu cinta yang harus dinikmati
Suatu tugas yang harus dilaksanakan
Suatu resiko yang harus diambil

Suatu anugerah yang harus dipergunakan
Suatu impian yang harus diwujudkan
Suatu perjalanan yang harus diselesaikan
Suatu janji yang harus ditepati 

Suatu keindahan yang harus dikagumi
Suatu persoalan yang harus dipecahkan
Suatu kesulitan yang harus dikalahkan
Suatu rakhmat yang harus disyukuri dan dipelihara

Baarakallahulakuma wabaaraka'alaikuma wajama'abainakuma fiikhoir


#Ditulis ulang berdasarkan pembatas buku Kado Pernikahan Untuk Istriku karya Mohammad Fauzil Adhim milik Ibu Anita Indrasari (dosen sekaligus mentor). 
#Sepertinya tulisan dan buku ini adalah kado pernikahan dari sahabat beliau.

Rabu, 13 September 2017

Kau Yang Ditakdirkan Untukku

Pembaca masih ingat dengan tulisan saya yang menceriterakan bahwa ketika kecil saya memiliki kesenangan mendendangkan lagu Indonesia Raya  alias suka nangis, sehingga saat saya nangis, tetangga selalu memberi keterangan bahwa saya sedang menyanyikan lagu kebangsaan.

Ya, ketika itu memang hampir setiap hari saya selalu nangis. Ada saja penyebababnya.

Namun, seiring dengan pertambaham usia, tentu saya sudah tak seperti dulu lagi. Sekarang hampir bisa dihitung berapa kali saya menangis. Tentu dengan sebab-sebab tertentu yang hati dan jiwa saya sudah tak mampu menahan rasa yang sedang menyelimuti, sehingga air mata pun tak mampu terbendung karena penuhnya beban di dada.

Teringat ketika 3 tahun kuliah, hanya beberapa kali saja saya menangis.

Tahun pertama:
Ketika masa-masa transisi antara menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan yang diharapkan. Begitu sesak nya hati ini karena belum menemukan cahaya. Rasanya seperti berjalan di terowongan yang panjang nan gelap. Alhamdulillah, Allah menuntunku kepada cahaya-Nya. Cahaya diatas cahaya. Allah pula yang mengirimkan pelukan seorang teman, salah satunya pelukan hangat sahabatku Windi.

Tahun kedua:
Aku kembali menangis di pelukan Windi karena perilaku seorang teman. Tak perlu saya rincikan lebih lanjut, mengapa baru kali ini saya benar-benar tak mampu membendung air mata, padahal sebelum ini saya kerap bertemu dengan banyak pribadi, terutama ketika di bangku sekolah dulu. Namun, alhamdulillah, Allah menuntun saya kembali. Bahkan akhirnya atas kejadian ini saya semakin belajar bahwa masing-masing individu memiliki keunikan watak masing-masing.

Bahkan ini pula terjadi pada keluarga inti, yang sama-sama satu rahim saja memiliki keunikan watak. Alhamdulillah 'alaa kullihal, Allah memberikan pelajaran kepada saya untuk semakin menjadi pribadi yang bisa melihat Maha Kuasa Nya Allah yang telah menciptakan manusia dengan segala kelengkapan nya. Sehingga semakin yakin bahwa Allah lah Sang Maha membolak balikkan hati. Dan kini alhamdulillah, meski begitu, jalinan pertemanan kami tetap baik. Dan kini ia mulai menemukan jalan hijrahnya. Tak ayal, kami sering kali mengikuti beberapa kajian bersama, alhamdulillah.

Tahun ketiga:
Ketika itu, akan berlangsung sebuah kegiatan di forum mahasiswa muslim di kampus, dan atas izin Allah saya termasuk salah satu panitia acara. Namun qadarullah, saya dikirimi foto ibu saya yang sedang duduk termenung diatas kursi rodanya dari kakak ipar, dengan pesan singkat "Te, uti kangen karo kowe". Kala itu ibu baru beberapa hari pasca dirawat hampir 1 bulan di 2 rumah sakit dan qadarullah sempat masuk ICU beberapa hari. Bagaimana bisa saya menahan untuk tak menangis karena saya belum bisa melakukan banyak hal ketika ibu sakit. Tak kuat menahan rasa, qadarullah setelah mendapat pelukam kembali dari Windi, aku diantar langsung ke stasiun untuk pulang ke rumah. Dan Windi dkk lah yang membantu tugasku di kepanitiaan acara.

Tahun ketiga ini, tangisku tak hanya sekali terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya.

Yaa, judul yang disematkan diatas menjadi pengingat tangis ku yang ki ketiga ditahun ketiga ini. Tangisku yang kedua terjadi ketika Allah menguji hati dengan seseorang. Tangis yang kembali mendapat pelukan kedamaian dari Windi serta ketenteraman jiwa karena Allah menuntun langkah kaki ini ke Masjid Nurul Huda. Alhamdulillah, hati sudah merasa sedikit damai. Namun, qadarullah Allah kembali menguji dengan hal yang sama kembali.

Awalnya mencoba untuk kuat, tapi ternyata benteng pertahananku kembali runtuh. Tangisku pecah ketika mengikuti suatu kajian bersama Ust Hanan Attaki di UNS. Ya, qadarullah, kembali hati dipenuhi sesak. Entah, mengapa begitu sesak. Rasanya baru pertama kali tangisku berlanjut ke part-2 dengan penyebab yang sama. Qadarullah, tangisku pecah saat mendengar tausiyah Ustadz. Sampai akhir acara air mata tak mampu saya bendung, karena malu saya tutup sebagian muka ini dengan masker, berharap tak ada yg melihat mata sembab yang air mata didalamnya terus saja membanjir.

Sampai lagi-lagi takdir Allah kembali berskenario. Di tengah-tengah penutupan acara, seorang akhwat meminta pada pengisi acara penutupan untuk menyanyikan lagu yang menjadi judul cerita ini. Beliau terlihat begitu bahagia karena sebentar lagi akan menggenapkan separuh agamanya. Kembali, air mata yang sedikit mulai bisa terbendung kembali hancur pertahanannya. Tangisku kembali pecah, teringat akan skenario tarik ulur yang Allah kirimkan. Tak kuat menahan itu, kurengkuh tangan seorang teman yang saya ajak mengikuti kajian ini. Kini kudapatkan sedikit ketenangan bukan dari pelukan Windi karena dia tak bisa hadir di kajian ini, melainkan genggaman tangan Denis. Tangisku kembali kubawa hingga Masjid Nurul Huda. Sembari bermunajat di waktu dhuhur, alhamdulillah saya temukan kembali ketenangan jiwa.

Allah kuatkan saya dengan skenario-Nya. Hingga qadarullah takdir tarik ulur ini kembali terjadi,  saya sudah jauh lebih kuat mengokohkan benteng air mata ini.

Semakin yakin bahwa rencana Allah itu yang terbaik, Allah's plan is perfect.
"But perhaps you hate a thing and it is good for you. And perhaps you love a thing and it is bad for you. And Allah knows, while you not know".