Rabu, 13 September 2017

Kau Yang Ditakdirkan Untukku

Pembaca masih ingat dengan tulisan saya yang menceriterakan bahwa ketika kecil saya memiliki kesenangan mendendangkan lagu Indonesia Raya  alias suka nangis, sehingga saat saya nangis, tetangga selalu memberi keterangan bahwa saya sedang menyanyikan lagu kebangsaan.

Ya, ketika itu memang hampir setiap hari saya selalu nangis. Ada saja penyebababnya.

Namun, seiring dengan pertambaham usia, tentu saya sudah tak seperti dulu lagi. Sekarang hampir bisa dihitung berapa kali saya menangis. Tentu dengan sebab-sebab tertentu yang hati dan jiwa saya sudah tak mampu menahan rasa yang sedang menyelimuti, sehingga air mata pun tak mampu terbendung karena penuhnya beban di dada.

Teringat ketika 3 tahun kuliah, hanya beberapa kali saja saya menangis.

Tahun pertama:
Ketika masa-masa transisi antara menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan yang diharapkan. Begitu sesak nya hati ini karena belum menemukan cahaya. Rasanya seperti berjalan di terowongan yang panjang nan gelap. Alhamdulillah, Allah menuntunku kepada cahaya-Nya. Cahaya diatas cahaya. Allah pula yang mengirimkan pelukan seorang teman, salah satunya pelukan hangat sahabatku Windi.

Tahun kedua:
Aku kembali menangis di pelukan Windi karena perilaku seorang teman. Tak perlu saya rincikan lebih lanjut, mengapa baru kali ini saya benar-benar tak mampu membendung air mata, padahal sebelum ini saya kerap bertemu dengan banyak pribadi, terutama ketika di bangku sekolah dulu. Namun, alhamdulillah, Allah menuntun saya kembali. Bahkan akhirnya atas kejadian ini saya semakin belajar bahwa masing-masing individu memiliki keunikan watak masing-masing.

Bahkan ini pula terjadi pada keluarga inti, yang sama-sama satu rahim saja memiliki keunikan watak. Alhamdulillah 'alaa kullihal, Allah memberikan pelajaran kepada saya untuk semakin menjadi pribadi yang bisa melihat Maha Kuasa Nya Allah yang telah menciptakan manusia dengan segala kelengkapan nya. Sehingga semakin yakin bahwa Allah lah Sang Maha membolak balikkan hati. Dan kini alhamdulillah, meski begitu, jalinan pertemanan kami tetap baik. Dan kini ia mulai menemukan jalan hijrahnya. Tak ayal, kami sering kali mengikuti beberapa kajian bersama, alhamdulillah.

Tahun ketiga:
Ketika itu, akan berlangsung sebuah kegiatan di forum mahasiswa muslim di kampus, dan atas izin Allah saya termasuk salah satu panitia acara. Namun qadarullah, saya dikirimi foto ibu saya yang sedang duduk termenung diatas kursi rodanya dari kakak ipar, dengan pesan singkat "Te, uti kangen karo kowe". Kala itu ibu baru beberapa hari pasca dirawat hampir 1 bulan di 2 rumah sakit dan qadarullah sempat masuk ICU beberapa hari. Bagaimana bisa saya menahan untuk tak menangis karena saya belum bisa melakukan banyak hal ketika ibu sakit. Tak kuat menahan rasa, qadarullah setelah mendapat pelukam kembali dari Windi, aku diantar langsung ke stasiun untuk pulang ke rumah. Dan Windi dkk lah yang membantu tugasku di kepanitiaan acara.

Tahun ketiga ini, tangisku tak hanya sekali terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya.

Yaa, judul yang disematkan diatas menjadi pengingat tangis ku yang ki ketiga ditahun ketiga ini. Tangisku yang kedua terjadi ketika Allah menguji hati dengan seseorang. Tangis yang kembali mendapat pelukan kedamaian dari Windi serta ketenteraman jiwa karena Allah menuntun langkah kaki ini ke Masjid Nurul Huda. Alhamdulillah, hati sudah merasa sedikit damai. Namun, qadarullah Allah kembali menguji dengan hal yang sama kembali.

Awalnya mencoba untuk kuat, tapi ternyata benteng pertahananku kembali runtuh. Tangisku pecah ketika mengikuti suatu kajian bersama Ust Hanan Attaki di UNS. Ya, qadarullah, kembali hati dipenuhi sesak. Entah, mengapa begitu sesak. Rasanya baru pertama kali tangisku berlanjut ke part-2 dengan penyebab yang sama. Qadarullah, tangisku pecah saat mendengar tausiyah Ustadz. Sampai akhir acara air mata tak mampu saya bendung, karena malu saya tutup sebagian muka ini dengan masker, berharap tak ada yg melihat mata sembab yang air mata didalamnya terus saja membanjir.

Sampai lagi-lagi takdir Allah kembali berskenario. Di tengah-tengah penutupan acara, seorang akhwat meminta pada pengisi acara penutupan untuk menyanyikan lagu yang menjadi judul cerita ini. Beliau terlihat begitu bahagia karena sebentar lagi akan menggenapkan separuh agamanya. Kembali, air mata yang sedikit mulai bisa terbendung kembali hancur pertahanannya. Tangisku kembali pecah, teringat akan skenario tarik ulur yang Allah kirimkan. Tak kuat menahan itu, kurengkuh tangan seorang teman yang saya ajak mengikuti kajian ini. Kini kudapatkan sedikit ketenangan bukan dari pelukan Windi karena dia tak bisa hadir di kajian ini, melainkan genggaman tangan Denis. Tangisku kembali kubawa hingga Masjid Nurul Huda. Sembari bermunajat di waktu dhuhur, alhamdulillah saya temukan kembali ketenangan jiwa.

Allah kuatkan saya dengan skenario-Nya. Hingga qadarullah takdir tarik ulur ini kembali terjadi,  saya sudah jauh lebih kuat mengokohkan benteng air mata ini.

Semakin yakin bahwa rencana Allah itu yang terbaik, Allah's plan is perfect.
"But perhaps you hate a thing and it is good for you. And perhaps you love a thing and it is bad for you. And Allah knows, while you not know". 

Tidak ada komentar: