Selasa, 03 Maret 2015

Malu pada Diri Sendiri

Sengaja aku tuliskan disini semata-mata agar diri ini dapat terus mengingat akan hal ini. Sungguh malu rasanya diri ini telah mengeluh tatkala melihat ada jam kuliah malam. Yang aku bayangkan sebelumnya adalah perasaan aneh saat akan berangkat ke kampus. Bagaimana tak merasakan aneh? Disaat semua mahasiswa telah pulang dan mempersiapkan segalanya dimalam hari, justru aku baru berangkat ke kampus untuk jam kuliah. Memang pulang sore adalah rutinitas bagi kebanyakan, namun yang membuat aku merasakan aneh adalah karena jam kuliah baru mulai pukuk 18.00. Tentunya yang aku pikirkan adalah bagaimana sholat maghribnya dan segudang pemikiran yang dengan garangnya menyerbu otak ini. Alhasil belum saja dijalani, namun sudah berpikir macam-macam. Inilah poin pertama yang tak seharusnya ada, karena jangan sampai menilai sesuatu yang tentunya penilaian buruk sebelum kita menjalaninya.

Benar saja, dalam mengatur sholat maghrib bisa lah diatur sedemikian rupa, sehingga tak akan dijadikan kerugian bagi mahasiswa dan tentunya sang dosen. Yang membuat diri ini sungguh malu karena masih sangat muda namun semangatnya telah dikalahkan total oleh sosok dokter yang merangkap menjadi single parents, beliau dr. Rusnita. Sosok ibu muda yang aku sempat penasaran, mengapa semuda ini telah menjadi single parents? Dua dugaan pun muncul di otak ini. Dan memang dugaan keduaku lah yang tepat, yakni ditinggalkan oleh suaminya. Sungguh miris mendengar hal seburuk ini. Dengan fakta inilah akhirnya beliau membanting tulang sendiri untuk menghidupi dirinya sendiri dan dua orang anaknya. Sebelumnya pernah terlintah di benakku bahwa profesi dokter pasti sangat menjanjikan dan juga pasti sebuah pekerjaan yang enak.

Pikiranku ini ternyata salah kaprah setelah mendengar cerita beliau. Aku membayangkan betapa anak-anak beliau pasti sering kali merindukan ibunya karena hampir seharian hanya rumah sakit, poliklinik, laboratorium, dan kampuslah tempat sang ibu berada, bukan di rumah. Dengan bayaran bagi seorang dokter yang baru saya rasakan bahwa itu sangatlah sedikit untuk sebuah amanah tugas jaga 24 jam. Rumah hanya dijadikan sebuah bangunan kokoh tempat kerinduan akan kebersamaan. Namun dokter yang satu ini bagiku adalah seorang superwoman. Bagaimana tidak? Sering kali saat dirinya benar-benar tak dapat menyinggahi rumahnya, maka pilihannya adalah membawa serta dua buah hatinya ke tempat kerja. Bukan tanpa alasan pastinya mengapa beliau memilih hal demikian. Sebagai sesama seorang perempuan akupun bisa meresakan bahwa tak akan pernah sampai hati pastinya meninggalkan anak-anak tercinta, lama tak mengobrol dengan mereka, mendengarkan semua keluh kesah mereka, menemani belajar dan semua aktifitas yang terjalin erat antara ibu dan anak, terlebihn ikatan ini telah terbangun sejak lama tatkala mereka belum hadir ke dunia dan masih ada di perut sang bunda. Hal ini tak terlepas dari naluri seorang wanita yakni lebih mengedepankan sisi perasaannya di bandingkan dengan logikannya. Terkadang perasaanlah yang mengalahkan logika berpikir seorang wanita tatkala terjadi sesuaatu dengan orang-orang yang dicintainya.

Hal lain yang membuat diri ini sungguh malu pada beliau adalah semangatnya pada semua hal yang dijalaninya. Karena bagi beliau dengan semangat, semua yang dirasa sangat tak mungkin dan susah pasti akan akan ada jalan menyelesaikannya. Semangat inilah yang aku dapatka kala beliau menceritakan pengalaman nya saat menempuh pendidikan spesialis. Bukan tanpa sebab mengapa hanya semangat dan nekat yang beliau punya. Disaat beliau menempuh pendidikan spesialisnyalah sang suami meninggalkan beliau begitu saja dengan dua orang buah hati mereka. Bagaimana tak akan membuat ketar-ketir perasaan, logika, dan tentunya fisik? 

Dengan fakta ini menandakan bahwa semua tenggungan anak menjadi milik pribadinya sekarang. Masalah tenggungan sudah menjadi pikiran belum lagi pendidikan spesialisnya yang baru saja ia jalani. Intinya adalah kebutuhan finansial. Semangatlah yang telah membawa ke jalan keluar. Beliau dengan gigih bekerja sampai aku pikir itu benar-benar hampir tak waras karena harus bekerja dibanyak tempat dengan waktu hampir penuh 24 jam setiap hari. Mengapa hal ini aku pikir sebagai hal yang tak waras? Ya, karena, beliau seorang wanita yang secara fisik tak akan sekuat seorang pria. namun nyatanya degan bermodal semangat beliau masih menjalani rutinitas ini sampai detik ini. Semangat beliau pun dikerahkan tatkala masih menjalani pendidikan. Bertambah malunya diri ini tatkala mendengar bahwa semua biaya pendidikan dan penelitian beliau adalah gratisss, karena beliau mengusahakan melamar beasiswa ke banyak perusahaan. Inilah yang membuat diri ini dikalahkan total, dan membuat diri ini berpikir sejenak. Ternyata semangatku belum ada apa-apanya.

Tidak ada komentar: