Entah mengapa, malam-malam begini hati terasa tak seperti biasanya. setelah mata terfokus selama hampir 2 jam lamanya untuk menonton film "99 Cahaya di Langit Eropa" lantas iseng-iseng melanjutkan hal lain karena power laptop yang masih lumayan dan ditemani lagu sendu "Kisah Kita" yang dinyanyikan Vidi, tiba-tiba virus galau mengancamku. Kembali teringat pada sesuatu. tapi, ditengah kegalauan ini, beruntung aku temukan tulisan ini di file dokumenku.
Dan jadilah ku postingkan tulisan ini disini. Aku sendiri lupa, kapan aku pertama kali membaca, siapa yang menulisnya, alamat web nya dan mengapa aku simpan tulisan orang ini. But, aku rasa ini penting. Terutama penting bagi diri ku pribadi.
..........................................................................
Jelang akhir tahun, banyak
pelajar dan mahasiswa yang berjibaku dengan ujian akhir semester. Demi
memperoleh nilai yang memuaskan, belajar mati-matian pun dilakukan. Tak jarang
dalam prosesnya rasa penat dan bosan datang membayang. Mendapat nilai tinggi di
tengah stres yang tinggi pula, tentu menjadi beban tersendiri. Menyerupa sosok
idealis bagi sebagian anak akhirnya menjadi pilihan terakhir; “Ah, tak apa
menyontek, yang penting nilaiku bagus.”
Fenomena menyontek di kalangan pelajar dan mahasiswa begitu lazim, hingga sosok idealis dan radikal macam Andri Rizki Putra menjadi buah bibir masyarakat. Penulis “Orang Jujur Tidak Sekolah” itu, ramai diberitakan media massa karena berani menentang sekolahnya yang memberi contekan saat Ujian Nasional. Hal luar biasanya, ia mampu belajar sendiri tanpa bersekolah di SMA formal, kemudian lulus dengan predikat cum laude dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Kuliahnya, yang ia tembus dengan berbekal ijazah paket C, hanya ia jalani selama 3 tahun.
Fenomena menyontek di kalangan pelajar dan mahasiswa begitu lazim, hingga sosok idealis dan radikal macam Andri Rizki Putra menjadi buah bibir masyarakat. Penulis “Orang Jujur Tidak Sekolah” itu, ramai diberitakan media massa karena berani menentang sekolahnya yang memberi contekan saat Ujian Nasional. Hal luar biasanya, ia mampu belajar sendiri tanpa bersekolah di SMA formal, kemudian lulus dengan predikat cum laude dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Kuliahnya, yang ia tembus dengan berbekal ijazah paket C, hanya ia jalani selama 3 tahun.
Pribadi sekuat dan setegar
itu, apa rahasianya? Inilah 6 hal yang menjadi kekuatan Rizki, yang ia bagikan
dalam acara sharing “Yang Muda Berani Beda”, di Gedung Wakaf Pro Bandung Sabtu
(15/11) lalu:
1. Faith
Sebagai Muslim, kekuatan
terbesar kita adalah keyakinan pada Allah SWT, serta pada diri sendiri. Kadang
kita memiliki stigma atas potensi diri, dan itu mengganggu. Namun yang dapat
mengenali dan mengatasinya, tetap diri kita sendiri.
2. Do
what you love
Lakukan apa yang kamu sukai.
Jangan mengambil keputusan hanya untuk terlihat pintar, atau karena itu
terkesan prestisius. Bila melakukan sesuatu berdasarkan bakat dan apa yang kita
cintai, pasti hasilnya maksimal.
3. Open
minded
Jangan tutup diri dari opini
orang lain. Jangan sampai kita menjadi pribadi yang arogan.
4. Character
Karakter kita pun merupakan
hal yang penting. Karakter kita sendiri, terbentuk saat kita mengambil suatu
keputusan, itu pun tidak bisa dalam waktu yang sebentar. Kunci pertamanya,
yakni mengenal diri sendiri.
5. Ikhlas dan pasrah
Manusia selalu punya ambisi.
Namun di sisi lain, kita cenderung “mendikte”. Pada akhirnya, kemampuan untuk
ikhlas dan pasrah atas hasil, itulah yang penting. Orang yang mampu menguasai
keduanya, jelas punya kecerdasan emosional. Kecerdasan itu yakni kemampuan
mendengar, menyerap, dan mengimplementasikan.
6. A duty to act
Semakin tinggi pendidikan,
semakin besar kewajiban kita untuk membantu orang lain. Figur yang dibutuhkan
dunia saat ini pun bukanlah mereka yang berpengetahuan luas atau memiliki IQ
cemerlang. Tapi, mereka yang mampu mengimplementasikan atau merealisasikan.
Putus sekolah sendiri bagi
Rizki, merupakan wujud kemarahannya. Sebelumnya, ia sempat sekolah di SMA
formal selama 1 tahun. Namun akhirnya ia memutuskan keluar, menjalankan metode
“unschooling”. Kini, ia tengah mengembangkan Yayasan Pemimpin Anak Bangsa
(YPAB), yang bertujuan untuk membantu anak-anak putus sekolah. Anak-anak itu,
diajari dan dibimbing hingga meraih Ijazah Kesetaraan Paket A, B, dan C.
Meski sempat membuatnya sakit
hati pada sistem, idealisme yang Rizki pegang erat-erat tak lantas dijadikan
alasan untuk menyerah. Di tengah tekanan lingkungan, Rizki mampu bangkit
sebagai contoh pemuda jujur, yang mengusahakan kebaikkan bagi sesama pelajar.
Kalau Rizki bisa, masa kita tidak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar